Mengutip rasa kecewa pelaku usaha minimarket tentang maraknya aksi
perampokan yang mengincar bisnis mereka. Himbauan untuk menempatkan
petugas keamaman dan melengkapi karyawan dengan airsoft gun, disambut dengan pertanyaan : untuk apa kami bayar pajak selama ini?
Pertanyaan ini sederhana, namun sangat kritis. Dan, yang paling
penting pertanyaan ini berada dalam benak seluruh rakyat, baik mereka
yang telah membayar pajak ataupun mereka yang belum membayar pajak.
Sebagai wujud dari tata kelola pemerintahan yang baik (good governance),
yang menerapkan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas, maka
Pemerintah berkewajiban menjelaskan kemana uang pajak yang telah
dibayarkan tersebut dan untuk apa uang tersebut dipergunakan?
Sebelum menjelaskan kemana uang pajak tersebut mengalir, ada baiknya
diketahui juga tugas dan fungsi Ditjen Pajak sebagai otoritas pemungut
pajak di Indonesia. Hal ini penting, karena seringkali masyarakat
menganggap bahwa penggunaan uang pajak juga menjadi domain tanggungjawab
Ditjen Pajak. Direktorat Jenderal Pajak, sesuai dengan amanat Undang
Undang, hanya mempunyai tugas untuk menghimpun penerimaan pajak. Ditjen
Pajak juga tidak menerima pembayaraan uang pajak langsung dari Wajib
Pajak, melainkan hanya mengadministrasikan pembayaraan pajaknya saja.
Wajib Pajak harus membayar pajak ke Kantor Pos atau Bank-Bank yang
ditunjuk oleh Pemerintah.
Secara garis besar, uang pajak yang dibayarkan oleh Wajib Pajak akan
masuk ke kas negara, kemudian melalui Undang-Undang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) dialokasikan peruntukkannya untuk membiayai
program kerja yang dikelola oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah. Program kerja pemerintah pusat dibiayai melalui skema Daftar
Isian Pelaksanaan Kegiatan (DIPA) masing-masing Kementerian dan Lembaga
Negara. Sedangkan, alokasi untuk Pemerintah Daerah, dijalankan melalui
skema Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Bagi
Hasil. Selain itu, ada juga skema subsidi Pemerintah Pusat yang
tujuannya untuk mengurangi beban masyarakat.
Mengapa fasilitas publik juga masih belum memadai dikarenakan sistem
perencanaan, prioritas program, pelaksanaan kegiatan dan inovasi belum
berjalan baik. Karena keterbatasan anggaran, maka program kerja yang
dijalankan lebih banyak kepada kegiatan rutin dan berdampak kecil saja.
Akibatnya, kualitas hasil pekerjaan menjadi sangat rendah yang
menyebabkan wajib pajak seakan-akan merasa tidak mendapatkan manfaat
apapun dari pajak yang dibayarkannya. Untuk itu kedepan, ditengah
minimnya anggaran, otoritas keamanan seharusnya dapat melakukan berbagai
inovasi dalam memberikan rasa aman kepada masyarakat. Dapat saja
menghidupkan kembali sistem pengamanan berbasis lingkungan atau dulu
dikenal dengan Siskamling. Selain murah, cara ini lebih efektif untuk
memberikan rasa aman kepada masyarakat termasuk pelaku usaha minimarket.
Yang patut digaris bawahi juga adalah bahwa masyarakat sebenarnya
sudah menikmati uang pajak yang mereka bayarkan, tanpa diketahui
sebelumnya. Ini terjadi karena Pemerintah sampai saat ini masih
memberikan subsidi untuk sektor-sektor tertentu yang sangat mempengaruhi
hajat hidup orang banyak. Masyarakat, termasuk yang tidak bayar pajak,
tahu atau tidak tahu, menerima subsisi setiap harinya, mulai dari
subsisi Bahan Bakar Minyak (BBM), Listrik, Pangan, Pupuk, Benih, Minyak
Goreng dan Beras untuk Rakyat Miskin (Raskin).
Jadi, jawaban atas pertanyaan untuk apa bayar pajak adalah untuk kita
juga. Namun, ada rasa aneh ketika penerima manfaat atas uang pajak,
penikmat fasilitas publik, bukanlah seorang pembayar pajak atau Wajib
Pajak. Padahal mereka ini bukanlah orang miskin. Apakah kita, sebagai
pembayar pajak, rela ikut menanggung dan memberikan fasilitas publik
kepada mereka?
Selanjutnya, yang diperlukan masyarakat luas adalah mengawai penggunaan dana tersebut!